Sabtu, 08 September 2012

Studi Kupu-Kupu Memberi Petunjuk Evolusi Konvergen


Jumat, 17 Agustus 2012 - Selama 150 tahun, para ilmuan telah mencoba menjelaskan evolusi konvergen. Salah satu contoh paling terkenal adalah bagaimana kupu-kupu beracun dari berbagai spesies berevolusi untuk saling meniru pola warna satu sama lain – dan efeknya menggabungkan kekuatan untuk memperingatkan predator, “Jangan makan kami”.

Sekarang sebuah tim peneliti internasional dipimpin Robert Reed, asisten profesor ekologi dan biologi evolusi UC Irvine, telah memecahkan sebagian misteri dengan menemukan sebuah gen bernama optix yang bertanggungjawab bagi pola warna merah dalam sejumlah besar spesies kupu-kupu passion vine. Hasil penelitian 10 tahun ini didetail dalam makalah yang diterbitkan tanggal 21 juni 2011 dalam jurnal  Science.
“Ini pandangan pertama kami pada bagaimana mimikri dan evolusi konvergen terjadi pada level genetik,” kata Reed. “Kami menemukan kalau gen yang sama mengendalikan evolusi pola warna merah pada kupu-kupu yang kerabatnya jauh.”
 “Ini sejalan dengan bukti yang lahir dari berbagai spesies hewan yang evolusinya secara umum diatur oleh sedikit gen saja. Dari puluhan ribu gen dalam genom biasa, hanya ada sedikit yang mengendalikan perubahan evolusi besar terus menerus.”
 Para ilmuan menghabiskan beberapa tahun menyilangkan dan melahirkan kupu-kupu menarik dalam kandang jaring raksasa di alam tropis sehingga mereka dapat memetakan gen yang mengendalikan pola warna. Peneliti pasca doktoral UCI, Riccardo Papa (sekarang asisten profesor di Universitas Puerto Rico, Rio Pedras) kemudian menyempurnakan cara menganalisis peta genom dengan melihat pada ekspresi gen dalam sayap kupu-kupu yang dipotong secara mikro.
 Menemukan korelasi kuat antara pola warna merah dan ekspresi gen dalam bagian kecil genom adalah terobosan yang membawa pada penemuan gen tersebut. Studi genetika populasi dalam zona hibrid, dimana berbagai tipe warna dari spesies yang sama secara alami saling kawin membenarkan hal ini.
 “Biologiwan telah bertanya, ‘Apakah memang hanya ada sedikit sekali gen yang mengatur evolusi?” kata Reed. “Ini adalah contoh mengagumkan bagaimana satu gen dapat mengendalikan evolusi pola rumit di alam. Sekarang kami ingin memahami mengapa: Apa bedanya gen yang satu ini dengan gen lainnya sehingga ia mampu mengendalikan evolusi dengan cepat?”
 Papa adalah salah seorang penulis studi ini. Arnaud Martin, mahasiswa pasca sarjana ekologi dan biologi evolusi dari UCI juga berkontribusi.
Sumber berita:
Referensi jurnal:
Robert D. Reed, Riccardo Papa, Arnaud Martin, Heather M. Hines, Brian A. Counterman, Carolina Pardo-Diaz, Chris D. Jiggins, Nicola L. Chamberlain, Marcus R. Kronforst, Rui Chen, Georg Halder, H. Frederik Nijhout, and W. Owen McMillan. Optix Drives the Repeated Convergent Evolution of Butterfly Wing Pattern MimicryScience, 21 July 2011 DOI: 10.1126/science.1208227

Kamis, 06 September 2012

SEMANGKA TANPA BIJI


Semangka tanpa biji atau biasa disebut semangka seedless adalah merupakan semangka hibrida F-1 juga. Namun tetua atau induknya masing-masing berasal dari tetua betina semangka tetraploid dengan tetua jantan semangka diploid. Oleh karena itu semangka ini disebut juga semangka hibrida tetraploid. Teknik pembenihan semangka tanpa biji ditemukan oleh Prof. Dr. Hitoshi Kihara. Untuk memperoleh tetua yang tetraploid harus melalui pelipat gandaan jumlah kromosom yang dalam istilah ilmiahnya sering disebut dengan mutasi duplikasi.
Dari persilangan semangka tetraploid dengan diploid ini akan diperoleh semangka triploid (semangka seedless) yang mempunyai daya vitalitas rendah. Jika suhu udara rendah (kurang dari 290 C), maka daya kecambahnya pun akan lambat. Oleh karena itu, perkecambahan benih semangka triploid memerlukan suhu udara yang cukup tinggi agar perkecambahannya dapat terjamin.
Pertumbuhan tanaman muda pada awalnya lemah, bahkan terkadang tidak normal, tetapi selanjutnya tanaman akan tumbuh kuat. Daya kecambah rata-rata biji semangka triploid adalah antara 27,5 – 85 % dengan bentuk kotiledon yang lebih kecil daripada semangka diploid. Tanaman semangka triploid sebenarnya memiliki bunga jantan dan betina yang lengkap, tetapi bakal biji dan benang sarinya mandul, maka biji tidak akan terbentuk. Meskipun demikian, biji kosong yang berwarna putih atau coklat terkadang masih dijumpai. Terbentuknya biji kosong yang berwarna coklat biasanya disebabkan karena kelebihan dosis pemupukan unsur hara phospor (P205.).